Terus terang, meski sudah beberapa kali mengadakan penelitian Kriminal
di LP, pengalaman kali ini adalah pengalaman pertama saya ngobrol
langsung dengan seseorang yang didakwa kasus pembunuhan berencana.
Dengan
jantung dag dig dug, pikiran saya melayang-layangmengira-ngira gambaran
orang yang akan saya temui. Sudah terbayang muka keji Hanibal Lecter,
juga penjahat-penjahat berjenggot palsu ala sinetron, dan
gambaran-gambaran pembunuh berdarah dingin lain yang sering saya temui
di cerita TV.
Well, akhirnya setelah menunggu sekian lama
berharap-harap cemas, salah satu sipir membawa seorang anak kehadapan
saya.Yup, benar2 seorang anak berumur 8 tahun. Tingginya tidak lebih
dari pinggang orang dewasa dengan wajah yang diliputi senyum malu2.
Bibirnya yg unyu, matanya teduh dengan gerak-gerik yang sopan.
Saya
pun membaca berkas kasusnya yang diserahkan oleh sipir itu. Sebelum
masuk penjara ternyata ia adalah juara kelas di sekolahnya, juara
menggambar, jago bermain suling, juara mengaji dan adzan di tingkat
anak-anak.
Kemampuan berhitungnya lumayan hebat. Bahkan dari
balik penjara pun nilai sekolahnya tercatat kedua terbesar tingkat
provinsi. Lantas kenapa ia sampai membunuh? Dengan rencana pula?
Kasus
ini terjadi ketika Arif, belum genap berusia tujuh tahun. Ayahnya yang
berdagang di sebuah pasar di daerah bekasi, dihabisi kepala preman yang
menguasai daerah itu. Latar belakangnya karena si ayah enggan membayar
uang 'keamanan' yang begitu tinggi.
Berita ini rupanya sampai di
telinga Arif. Malam esok harinya setelah ayahnya dikebumikan ia
mendatangi tempat mangkal preman tersebut. Bermodalkan pisau dapur ia
menantang orang yang membunuh ayahnya.
"Siapa yang bunuh ayah saya!!" teriaknya kepada orang yang ada di tempat itu.
"Gue!! Terus kenapa?" ujar kepala preman yang membunuh ayahnya sambil diiringi gelak tawa di belakangnya.
Tanpa
banyak bicara anak kecil itu sambil melompat menghunuskan pisau ke
perut si preman. Dan tepat mengenai ulu hatinya, pria berbadan besar itu
jatuh tersungkur ke tanah. Arif pun langsung lari pulang ke rumah
setelahnya. Akhirnya selesai sholat subuh esok paginya ia digelandang ke
kantor polisi.
"Arif nih sering bikin repot petugas di Lapas!"
ujar kepala lapas yang ikut menemani saya mewawancarai arif sambil
tersenyum. Ternyata sejak di penjara dua tahun lalu. Anak ini sudah tiga
kali melarikan diri dari selnya. Dan caranya pun menurut saya tergolong
ajaib.
Pelarian pertama dilakukannya dengan cara yang tak
terpikirkan siapapun. Setiap pagi sampah-sampah dari Lapas itu di jemput
oleh mobil kebersihan. Sadar akan hal ini, diam-diam Arif menyelinap ke
dalam salah satu kantung sampah. Hasilnya 1-0 untuk Arif. Ia berhasil
keluar dari penjara dengan sukses.
Pelarian kedua lebih kreatif
lagi. Anak yang doyan baca ini pernah membaca artikel tentang fermentasi
makanan tape (ingat lho waktu wawancara usianya baru 8 tahun). Dari
situ ia mendapat informasi bahwa tape mengandung udara panas yang
bersifat destruktif terhadap benda keras.
Kebetulan pula di
Lapas, anak ini disediakan tape uli dua kali dalam seminggu. Setiap
disediakan tape, arif selalu berpuasa karena jatah tape itu
dibalurkannya ke dinding tembok sel tahanannya. Hasilnya setelah empat
bulan, tembok penjara itu menjadi lunak seperti tanah liat. Satu buah
lubang sebesar tubuhnya berhasil dibuat. 2-0 untuk arif. Ia keluar
penjara ke dua kalinya.
Pelarian ke tiganya dilakukan ala Mission
Imposible. Arif yang ditugasi membersihkan kamar mandi melihat ember
sebagai sebuah solusi. Besi yang berfungsi sebagai pegangan ember itu di
simpan di dalam kamarnya. Tahu bahwa dirinya sudah diawasi sangat
ketat, Arif memilih tempat persembunyian paling aman sebelum memutuskan
untuk kabur.
Ruang kepala Lapas menjadi pilihannya. Alasannya
jelas, karena tidak pernah satu pun penjaga berani memeriksa ruang ini.
Ketika tengah malam ia menyelinap keluar dengan menggunakan besi
pegangan ember untuk membuka pintu dan gembok. Jangan tanya saya
bagaimana caranya, pokoknya tahu-tahu ia sudah di luar. 3-0 untuk Arif.
Lantas
kenapa ia bisa tertangkap lagi? Rupanya kepintaran itu masih berada di
sebuah kepala bocah. Ternyata pelarian-pelariannya didorong dari rasa
rindu kepada ibunya. Anak ini keluar dari penjara hanya untuk ke rumah
sang ibunda tercinta. Jadi dari Lapas tanggerang ia menumpang mobil
Omprengan kemudian berjalan kaki selama ± 13 KM dengan satu tujuan,
pulang!
Karena itu pula pada pelarian Arif yang ketiga, kepala
Lapas yang juga seorang ibu ini meminta anak buahnya untuk tidak segera
menjemput Arif. Hasilnya dua hari kemudian Arif kembali lagi ke lapas
sambil membawa surat untuk kepala Lapas yang ditulisnya sendiri.
"Ibu kepala, lagia-lagi Arif minta maaf, tapi Arif kangen sekalu sama ibu Arif." Tulisnya singkat.
Seorang
anak cerdas yang harus terkurung dipenjara. Tapi, saya tidak lantas
berpikir bahwa ia tidak benar-benar bersalah dan harus dibebaskan.
Bagaimanapun juga ia telah menghilangkan nyawa seseorang. Tapi saya
hanya berandai-andai jika saja, kebijakan bertindak cepat menangkap
pembunuh si Ayah (secepat polisi menangkap si Arif) pastinya saat ini
anak pintar dan rajin itu tidak akan berada di tempat seperti ini. Dan
kreativitasnya yang tinggi itu bisa berguna untuk hal yang lain.
Sayangnya
Arif kecil ini cuma anak pedagang sayur miskin sementara si preman yang
dibunuhnya selalu setia menyetor kepada pihak berwajib setempat. Itukah
yg dinamakan keadilan di negeri ini?entahlah..
Semoga menjadi bahan renungan sob..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar